WAWANCARA 7 JURNALIS DENGAN PRABOWO
Halo semua, kali ini saya bakal bahas hasil wawancara jurnalis bersama Prabowo di Hambalang, Jawa Barat. (6/4/2025)
1. Topik yang benar-benar relevan terhadap masyarakat adalah RUU TNI. kenapa relevan? karena dengan adanya RUU TNI ini anggota TNI aktif ini bakal masuk ke ranah pemerintah, padahal secara aturan bahwa anggota TNI aktif dilarang masuk ke ranah pemerintahan, Dan kalau anggota TNI ini tetap ingin masuk ke ranah pemerintahan, maka anggota TNI tersebut harus resign terlebih dahulu sebagai anggota TNI aktif, setelah itu baru bisa masuk ke ranah pemerintahan. Karena anggota TNI aktif ini bisa masuk ke ranah pemerintahan, orang-orang yang sebenarnya berkompeten di bidang tertentu dan berpotensi untuk masuk pemerintahan akan terkalahkan oleh anggota TNI aktif yang hanya dikasih kursus dalam waktu yang singkat saja.
Selain itu, RUU TNI ini dibahas secara kilat dan tertutup dari masyarakat, sehingga masyarakat terheran kenapa rapat RUU TNI ini harus tertutup. selain tertutup, RUU TNI ini juga tidak ada draft hasil rapat di web resmi DPR, seharusnya setelah rapat itu selesai, draft hasil rapat tersebut diunggah ke web DPR agar orang-orang bisa mengakses dan membaca draft tersebut, agar orang-orang tahu apa yang isi dari rapat tersebut.
Setelah RUU TNI ini disahkan oleh DPR, TNI bisa memasuki ke beberapa lembaga yang ada di pemerintahan, yaitu Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Kejaksaan Agung, Keamanan Laut, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Mahkamah Agung, Narkotika Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Lembaga Ketahanan Nasional, Siber/Sandi Negara, Intelijen Negara, Kesekretariatan Negara menangani urusan Kesekretariatan Presiden dan Kesekretariatan Militer Presiden, dan Koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara.
Dan saat Prabowo ditanya perkara RUU TNI ini, Prabowo menjawab hanya fokus pada perpanjangan usia pensiun untuk menjaga stabilitas kepemimpinan di tubuh TNI. (sumber: tiktok bolonemasekorwiljatim)
Tindakan yang media lakukan terhadap isu ini adalah terus mengkritisi lewat media masing-masing, dan jangan pernah takut walaupun RUU TNI telah disahkan, karena dari media adalah perwakilan suara rakyat.
2. Jika saya ada di acara wawancara bersama Prabowo, saya akan menanyakan perihal bensin pertamax pertamina yang dioplos oleh bensin pertalite. kenapa demikian? karena SPBU pertamina ini adalah SPBU milik negara terbanyak se indonesia, dan di seluruh daerah pasti ada SPBU pertamina, bahkan di pelosok pun SPBU pertamina ini pun ada. Semenjak isu tersebut viral di sosial media, masyarakat menjadi hilang kepercayaan nya terhadap SPBU pertamina, dan masyarakat pun beralih ke SPBU selain pertamina, seperti Shell, BP, Vivo, dan lain lain. Dan sayangnya SPBU seperti Shell, Vivo tidak semua daerah tersedia, seperti di daerah Jawa Tengah, D.I.Y, dan lain lain. dan SPBU tersebut tersedia di kota-kota besar saja, seperti kota jabodetabek, sehingga daerah yang ada di pelosok hanya bisa pasrah saja, dan kalau mau, mengisi bahan bakar kendaraan nya pindah ke pertalite.
3. Pendekatan tujuh jurnalis dalam wawancara tersebut cenderung berimbang, namun dalam beberapa momen, terlihat bahwa mereka lebih memilih jalur aman ketimbang menyodorkan pertanyaan yang benar-benar menekan atau bersifat konfrontatif. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan banyak bersandar pada isu-isu kebijakan dan politik luar negeri, namun kadang tidak diikuti dengan follow-up yang lebih mendalam ketika jawaban Presiden Prabowo masih bersifat umum.
Sebagai contoh, ketika membahas revisi UU TNI, pertanyaan yang diajukan memang menyentuh isu penting seperti perluasan peran militer dalam jabatan sipil. Namun, tidak ada dorongan lanjutan untuk mengeksplorasi kekhawatiran sipil-militer secara lebih kritis, misalnya dengan menyinggung potensi pelanggaran prinsip supremasi sipil atau membandingkannya dengan praktik demokrasi di negara lain.
Demikian pula dalam topik kebijakan tarif Trump, ketika Prabowo menyatakan bahwa Indonesia harus pragmatis dan siap beradaptasi, para jurnalis tidak mendorong lebih jauh untuk mengetahui sikap spesifik Indonesia terhadap proteksionisme global atau strategi yang akan diambil untuk menjaga kepentingan ekspor nasional.
4. Dalam format wawancara kolektif seperti ini, dinamika antar-jurnalis sangat memengaruhi alur. Terlihat bahwa dinamika yang muncul lebih cenderung kolaboratif, bukan kompetitif. Masing-masing jurnalis tampaknya sudah diberi alokasi giliran dan tema yang harus dibahas, sehingga tidak saling tumpang tindih atau berebut momen.
Namun, sisi negatif dari format ini adalah terbatasnya ruang untuk spontaneitas dan penggalian lanjutan. Ketika satu jurnalis mengajukan pertanyaan penting, tidak ada kesempatan bagi jurnalis lain untuk menindaklanjuti jawabannya karena harus segera berganti giliran ke topik berikutnya. Ini menciptakan wawancara yang lebih menyerupai tanya-jawab terstruktur, bukan diskusi dinamis.
Comments
Post a Comment